Sabtu, 17 Januari 2009

Awas PHK Mengintai

Tanda-tanda ambruknya sektor riil mulai terasa. Krisis keuangan global yang sedang terjadi, tak pelak ikut berpengaruh pada industri dalam negeri. Beberapa industri mulai merasakan gejala yang terus menggelinding. Daya beli masyarakat yang makin terbatas, membuat angka penjualan sulit melaju. Order ekspor pun terus menurun seiring hempasan krisis di berbagai belahan dunia.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi memprediksi, gelombang PHK bakal marak tahun depan. Jika order terus menurun di tahun depan, jumlah pekerja yang mengalami PHK akan mencapai sekitar 10 persen dari total pekerja saat ini. PHK masal ini tidak bisa terhindarkan karena kondisi pengusaha memang makin sulit sejak krisis karena order terus menurun.



Gelombang PHK paling banyak akan terjadi di sektor yang padat tenaga kerja seperti industri tekstil, elektronik, dan sepatu. Pada perusahaan seperti ini, upah buruh memang menjadi pengeluaran terbesar. Untuk itu, salah satu yang menjadi titik penting untuk mengurangi beban pengusaha adalah mengurangi ongkos untuk para pekerjanya.

Untuk itu Sofyan berharap ada rasa saling pengertian baik dari pemerintah maupun para pekerja agar bisa menghadapi krisis ini bersama-sama. Pilihan PHK memang harus menjadi pilihan terakhir. Sebelumnya perusahaan harus bisa mencari beragam strategi jitu agar perusahaannya tak ambruk. Mencari pasar ekspor baru mutlak dilakukan. Merancang taktik pemasaran untuk mengerek penjualan domestik juga harus dipikirkan.

Yang tak kalah penting, berbagai langkah efisiensi guna meminimalkan biaya yang dikeluarkan juga harus segera diterapkan. Memang bagi manajemen, efisiensi ini cukup sulit. Harga bahan baku terus merangkak naik sementara harga jual sulit dinaikkan. Di sisi lain, buruh mulai berteriak memintak kenaikan gaji untuk menyesuaikan kebutuhan hidup yang makin meningkat. Hal ini tentu sulit diluluskan oleh pihak manajemen melihat kondisi riil perusahaan yang makin terancam.

Maka, para buruh sebaiknya juga sabar sejenak menanti waktu yang tepat kapan ada penyesuaian gaji. Menaikkan upah buruh dalam kondisi saat ini tentu menjadi hil yang mustahal, menyitir kata almarhum pelawak Asmuni. Namun nanti, jika kondisi pasar dan perusahaan sudah memungkinkan, perusahaan harus bisa menepati menaikkan gaji sebagai kompensasi atas kesabaran mereka. Jangan ada berbagai alasan yang pada akhirnya merugikan buruh. Toh kenaikan kesejahteraan karyawan juga berkorelasi positif dengan produktifitas.

Sebagai pengambil kebijakan, pemerintah harus bisa berada di tengah. Bagaimana mencari jalan tengah antara masalah buruh dan pengusaha. Di sisi lain, beragam kebijakan yang memudahkan industri juga harus dilakukan. Kebijakan dana cadangan sebesar Rp 10 triliun untuk sektor riil yang dianggarkan menjadi angin segar dan pemicu semangat bagi industri. Tentu saja masih dibutuhkan kebijakan-kebijakan lain yang pro pasar. n

*tulisan ini telah dimuat di harian Jatim Mandiir, 2009 (lupa tanggalnya, tidak ada arsip :p)

1 komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...