Sabtu, 17 Januari 2009

Motor Disita? Ah Biasa


Tertangkapnya debt collector yang mengaku dari sebuah perusahaan pembiayaan kendaraan beberapa waktu lalu, tak mengagetkan. Perkara sita- menyita kendaraan ini memang biasa kita dengar saat pembayaran kredit itu mulai tersendat. Hal ini juga sah secara hukum mengingat itu sudah ada klausul dalam perjanjiannya.

Kemampuan daya beli masyarakat kita memang masih terbatas. Tak heran, jika 70-80 persen pembelian kendaraan, baik motor atau mobil, dilakukan dengan cara kredit. Apalagi untuk memperoleh kredit kendaraan sekarang ini sangat gampang. Perusahaan pembiayaan atau sering disebut leasing yang memberikan kredit, seperti berlomba-lomba untuk memudahkan syarat kredit bagi calon pembeli.



Saat ini, hanya berbekal uang Rp 500 ribu saja sudah bisa memilih motor ke dealer dan langsung membawanya pulang. Bahkan ada yang memberikan uang muka lebih ringan dari itu atau tanpa uang muka sama sekali, meski dengan syarat tertentu. Hanya menunggu sekitar 1 minggu nomor kendaraan jadi, motor baru sudah bisa dinikmati.

Di tengah sikap masyarakat saat ini yang sangat konsumtif, tawaran seperti itu memang cukup menggiurkan. Tanpa benar-benar menghitung kemampuan membayar dari penghasilan yang diperoleh, kebutuhan akan motor baru lebih mendesak. Apalagi naik angkutan umum saat ini justru lebih boros dibanding memacu motor sendiri.

Maka kita tidak kaget jika misalnya tetangga sebelah yang pengangguran tiba-tiba mempunyai motor baru. Namun beberapa bulan kemudian motor baru itu sudah lenyap karena di sita debt collector yang dipekerjakan leasing. Tapi jangan salah, beberapa saat kemudian datang lagi motor yang kinyis-kinyis dengan merek yang berbeda. Begitu gampang.

Memang ada yang dengan sengaja memanfaatkan hal ini. Modusnya cukup jeli dan cerdas. Yakni dengan bekerja sama dengan sales sebuah dealer. Dia mengambil kredit motor lewat sales itu. Proses cepat dan mudah, sales pun mendapat komisi pasti. Hanya berbekal Rp 500 ribu dia menikmati motor baru dengan penuh gaya. Setelah beberapa bulan tak membayar angsuran kredit, motor pun disita. Bukannya sedih, dia tetap bisa tertawa.

Rupanya bekerja sama dengan si sales, motor itu justru mendatangkan rezeki. Seorang sales yang berhasil menyita motor yang kreditnya menunggak, diberikan komisi Rp1 juta oleh perusahaan. Hasil ini dibagi dua oleh si sales dengan si pembeli tadi. Masing-masing Rp 500 ribu. Bagi sales, lumayan dapat komisi plus uang sita motor tanpa susah payah. Bagi si pembeli, uang muka kembali, plus bisa menikmati motor baru selama beberapa bulan. Adil. Begitu seterusnya dengan dealer dan leasing berbeda.

Praktik seperti ini tentu akan menjadi bom waktu. Memang jumlahnya hanya sekian persen, tapi ini tentu tidak bisa diterima. Di tengah ketatnya likuiditas perbankan saat ini, leasing harus ekstra waspada. Peluang kredit macet karena kenaikan suku bunga kredit cukup terbuka. Bunga kredit yang dibebankan leasing memang lebih tinggi dari perbankan mengingat sumber dana leasing itu memang dari sana. Kredit macet yang tinggi tentu membuat perusahaan tidak sehat. Ancaman perusahaan kolaps pun tidak bisa terhindarkan. Maka, inilah saatnya leasing harus lebih berhati-hati menyalurkan kreditnya. n

* tulisan ini sudah dimuat di harian Jatim Mandiri, akhir 2008

1 komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...