Sabtu, 01 September 2012

Mengikuti Gaya Hedonisme


Tuntutan gaya hidup yang kian hedonis terus menyeret kita untuk mengikutinya. Kepungan berbagai promosi makin memuluskan keinginan untuk tercebur di dalamnya. Apalagi bagi masyarakat perkotaan yang aksesnya terbuka lebar. Hare gene tidak shopping di mal, tidak kongkow di kafe, tidak menenteng gadget tercanggih, tidak memakai fashion paling up to date, apa kata dunia? Begitu mungkin kata-kata lebay bin alay sebagai penggambaran yang pas.

Bagi kalangan berpunya, tentu saja hal itu bukan masalah. Tapi bagi golongan 'tanggung', yang sebenarnya pas-pasan tapi ingin ikut menyemarakkan dunia hedon, tentu menjadi masalah. Nggak lucu dong kalau habis berhedon-ria terus terlilit utang dan berakhir di penjara? Namun itu juga bukan berarti tidak ada jalan. Asalkan hanya untuk sekedar 'mencicipi', dan tidak kemudian larut di dalamnya, saya kira masih sah-sah saja.



Jalan-jalan di mal bergengsi sambil menenteng belanjaan di tangan kanan kiri, tentu amat menyenangkan. Boleh saja berbelanja tapi harus jadi pembeli yang cerdas. Caranya? Manfaatkan perang diskon yang saat ini begitu dinamis. Untuk kebutuhan fashion, saya hampir tidak pernah membeli barang yang tidak berdiskon di sebuah department store terkenal. Jika tidak ada diskon, tunda dulu membeli, meski itu barang yang amat diinginkan. Karena sedikit waktu menunda membeli, berarti akan ada beberapa lembaran rupiah yang bisa kita hemat.

Ingin kongkow di kafe atau mencicipi aneka menu di restoran baru yang kian menjamur belakangan ini? Nongkrong di kedai kopi atau mencicipi menu di restoran baru emmang mengasyikkan. Tapi saya harus tau diri dengan kemampuan saya. Maka saya memilih jalan saya sendiri, yakni bisa menikmati itu semua dengan harga yang ramah di kantong. Caranya?

Manfaatkan tawaran dari kartu kredit yang sering bekerja sama dengan kafe atau restoran. Tawaran buy one get one free atau diskon separo harga, saya manfaatkan untuk mencicipi rasanya. Tidak perlu setiap ada tawaran, tapi hanya sebatas satu-dua kali, atau saat kita memang butuh ke kafe. Saya pun jadi tidak ketinggalan bahan obrolan saat bertemu beberapa teman yang membahas tentang kafe A atau restoran B. Kesannya tidak katrok lah!

Selain cara itu, mengintip situs-situs yang menawarkan promo menarik dari restoran-restoran ternama, wajib dilakukan. Beli vouchernya, dan saya tidak perlu membayar mahal untuk mencicipi menunya. Kesukaan berwisata kuliner terpenuhi, dan lagi-lagi tanpa menguras isi kantong. Cara ini amat menguntungkan juga saat jalan di mal. Makan di mal bukan selalu harus membayar mahal kan?

Soal keinginan mempunyai gadget terbaru yang tercanggih? Saya cukup tau diri untuk tidak menjadi pembeli pertama. Biarlah para penyuka teknologi yang membelinya, tunggu sebentar, dan amati bursa jual-beli barang bekas. Biasanya, tak lama dari itu banyak gadget yang sudah dilego dengan harga terkoreksi cukup menyenangkan.

Dengan cara ini, bolehlah saya merasakan asiknya menjadi sosialita. Pergi ke mal dengan fashion terbaru, keluar-masuk toko dan kerepotan menenteng tas belanja. Setelah itu, saya mampir di kafe, menyeruput aroma kopi sambil menulis status di media jejaring sosial atau berkicau lewat gadget tercanggih. Saya pun dengen pede bisa menulis, ''Aduh capek nian. Habis aksi borong di G*, sakarang saatnya cari posisi strategis di St*, menikmati frappuccino favorit. Ada yang mau gabung nih?''

1 komentar:

  1. memang lumayan mengkhawatirkan melihat banyak kalangan yang sudah menghamba pada kebendaan semata, mengumbar kenikmatan dunia, apalagi saling berlomba memperkaya diri sendiri, hedonisme harus disadarkan agar tak terlena pada nikmat duniawi dan lupakan surgawi

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...